Wednesday, December 14, 2011

Rawagede Tragedy and It’s Ending


AWAL MULA
               
               Tragedi Rawagede merupakan sebuah kejahatan perang yang dilakukan Penjajah Belanda , di desa Rawagede (sekarang Ds Balongsari , Rawamerta, Karawang), pada 9 Desember 1947 pada saat Agresi Militer pertama. Kejadian ini telah menewaskan total  431 rakyat sipil Indonesia, yang di dalamnya terdapat anak kecil, dan perempuan yang tidak bersalah. Kronologi kejadian ini adalah ketika Belanda melakukan perburuan terhadap Kapten Lukas Kustario, komandan kompi Siliwangi, yang sering melakukan penyerangan kepada patroli dan pos-pos militer Belanda, di daerah Karawang.  Selain untuk memburu kapten Lukas, pembersihan ini juga dilakukan untuk memberantas laskar-laskar yang berkeliaran, yang juga sering menyerang mereka.
                Pada 9 Desember 1947 pasukan Belanda mengepung Ds Rawagede, dan menggeledah rumah warga untuk mencari pejuang Indonesia, tetapi mereka tidak dapat menemukannya, sehingga mereka menyuruh warga untuk keluar dari rumah dan berkumpul di tempat lapang. Setelah itu para laki-laki diperintah untuk berdiri berjejer dan mereka ditanyai mengenai tempat persembunyian para pejuang Indonesia, tetapi mereka tidak menjawab. Sehingga pasukan Belanda memerintahkan untuk menembak mati mereka dengan senapan mesin. Bukan hanya para laki-laki, bahkan apabila ada perempuan atau anak kecil sekalipun yang ingin melarikan diri dipastikan mereka juga akan ditembaki. Setelah kejadian itu yang tersisa hanya perempuan dan anak – anak, dan mereka harus mengubur mayat –mayat yang ada dengan peralatan seadanya, hasilnya kuburannya pun tak terlalu dalam sehingga masih menyisakan bau disekitar desa.  Pada hari itu pasukan Belanda telah mengeksekusi 431 warga sipil dalam satu tempat sekaligus, benar-benar sebuah kejahatan perang.
                Setelah kejadian tersebut, pimpinan Republik pada saat itu mengajukan protes kepada Committee of Good Offices for Indonesia (Komisi Jasa Baik-Baik untuk Indonesia) bentukan PBB. Tetapi responnya tidak seperti apa yang diharapkan. Mereka hanya menyampaikan kritik dan menyebut kejadian ini adalah “deliberate and ruthless”, tanpa ditindak sebagai kejahatan perang yang telah merenggut banyak jiwa. Baru pada tahun 1969 parlemen belanda mendesak untuk melakukan penelusuran atas  kasus- kasus penyimpangan yang dilakukan oleh angkatan bersenjata Belanda antara tahun 1945 – 1950, laporan ini diberi nama De Excessnota, disampaikan secara resmi oleh Perdana Mentri De Jong pada 2 Juni 1969. Pada 1995 laporan ini diterbitkan menjadi buku setebal 282 halaman, yang didalamnya terdapat 140 kasus pelanggaran. Menariknya di dalam buku tersebut, pada tragedy Rawagede ini, jumlah korban hanya 150 orang, dan dicantumkan pula bahwa Mayor yang bertanggung jawab atas tindakan ini tidak di bawa ke pengadilan demi alasan yang lebih penting. Pada tahun ini pula dibuat sebuah video mengenai kejadian ini, dan diputar di Australia, tetapi tidak di Indonesia, inilah yang aneh, kenapa malah diputar di Australia?
                Pada  22 April 2005, korban dari tragedy Rawagede mengirimkan tuntutannya lewat petisi yang dibantu oleh Komite Nasional Pembela Martabat Bangsa Indonesia(KNPMBI), selanjutnya tuntutan ini ditangani oleh yayasan KUKB(Komite Utang Kehormatan Belanda), yayasan ini juga menyediakan pengacara bagi mereka yang bernama, Liesbeth Zegveld dari biro hukum Bohler, mereka kerap melakukan demonstrasi dideban Kedubes Belanda di Jakarta dan sekaligus menyampaikan tuntutan mereka kembali, disini ,sekali lagi pemerintah hanya bisa diam dan tak membantu apapun, mengapa? Selidik punya selidik, ternyata dulu, setelah KMB yang terjadi pada 27 Desember 1949 kedaulatan murni milik Indonesia, tetapi dengan adanya inipula pemimpin kita pada saat itu dibuat menyepakati persetujuan, untuk tidak mengungkit-ngungkit kejahatan yang dilakukan sebelum penyerahan kedaulatan pada 1949. Sehingga pemerintah sangat tidak terlihat dalam penanganan masalah ini. Ini terbukti dari penanganan kasus yang ditangani oleh pihak swasta.


AKHIR PERJUANGAN
               

            Nah setelah 67 tahun, korban tragedy Rawagede bisa bernafas lega, karena pengadilan Den Haag, Belanda, telah mengeluarkan vonis, dan memenangkan gugatan kesembilan Janda tersebut pada 14 September 2011 kemarin. Dan oleh karena itu Belanda akhirnya mau meminta maaf dan bahkan menyediakan kompensasi senilai Rp 2,16 miliar untuk kesembilan orang janda, dari tragedy ini, berikut adalah kesembilan nama yang akan menerima kompensasi :
1.       Almarhumah Wisah binti Silan (ahli waris: Tasma)
2.        Almarhumah Saih bin Sakam (meninggal 5 Mei 2011, ahli waris: Tasmin)
3.        Almarhumah Layem Binti Murkin (ahli waris: Muskarwarjo)
4.        Wanti binti Dodo
5.        Wanti binti Sariman
6.        Lasmi binti Kasilan
7.        Cawi binti Basian
8.        Tijeng binti Tasim
9.        Taswi

Meskipun pada akhirnya Belanda sudah minta maaf, tetapi hal ini masih menyisakan beberapa masalah. Yakni, sampai kapan Pemerintah akan selalui takut kepada Belanda, kita ini sudah MERDEKA bung!!! Mereka gak punya ikatan apa-apa lagi. Bukan maksud apa-apa kita tahu kalau pemerintah ngelakuin ini demi melindungi Indonesia, agar Belanda tidak memblokir dan mengganggu kita. Tetapi caranya gak gini! Kita harus mandiri bung!! Kalau yang ada di gedung sana masih terus gini, jangan harap kasus kejahatan perang yang lain akan senasib kayak gini, udah saya jelasin gimana Belanda melindungi pasukan mereka dari tuduhan tersebut, mereka bahkan tidak menaruh tuduhan apapun, kepada satupun prajuritnya. Kami butuh anda! Kami Insya Allah akan membantu anda sekuat tenaga kami, pokoknya INDONESIA SAMPAI MATI!!!! Kalaupun kita harus kalah, kita harus kalah terhormat. Dan kalah terhormat itu dengan kalah yang dipenuhi dengan USAHA BUNG!!!!!!!!! Mungkin itu saja yang bisa sampaikan, semoga bisa bermanfaat, dan saya mohon maaf apabila ada tulisan yang menyinggung anda semua.

Thank’s and Regard from TS…

No comments:

Post a Comment