Biarkan
saya sedikit mengoceh tentang “sendiri”..
Dalam rentang waktu yang terbaru kini, entah kenapa aku mulai senang menjadi
penyendiri. Rasanya aku bisa lebih nyaman ketika mengerjakan sesuatu dengan
menyendiri. Entah itu dengan kondisi *benar-benar sendiri-di kos misalnya, atau
sendiri dalam artian berada pada lingkungan yang sama sekali tidak mengenalmu
sebelumnya. Yang perlu digaris bawahi adalah nyaman bukan berarti produktif ya….
Masalah produktif disini kita anggap menjadi topik bahasan lain. *because it’s
so full of uncertainty for me.. hehe.
Penyebabnya? Entahlah, tapi rasanya semua keadaan yang ada di sekitar
sekarang sangat mendukung untuk menjadi penyendiri. Teman misalnya, tidak
banyak event yang kemudian bisa membuat aku memang harus kumpul sama
teman-teman, seperti kuliah, atau ngerjain tugas, atau main sekalipun. Jam kita
sudah berbeda, jam kuliah, jam main, dan sebagainya. Objektif, kegiatan dan
proritas masing-masing orang juga sudah berbeda-beda -pada akhirnya memang
harus begitu kan?
Ya, kegiatan dan prioritas yang berbeda juga mendukung “gerakan revolusi
nyepi”- ku. My friends have their own priority, so do i. sehingga apapun
kegiatanku tentu akan mengikuti prioritasku, akibatnya kebanyakan kegiatan
berakhir pada “ah aku kerjain sendiri aja.” Pikirku semua akan lebih lancar
ketika direncanakan dan dilaksanakan sendiri. Misal dari yang paling kecil,
perihal makan. Akan lebih cepet dan gak akan bingung ketika kamu makan sendiri.
Mulai dari tempat dan menu yang pilingn kamu pesan akan lebih cepat diputuskan
dan gak usah nunggu keputusan bersama seperti ketika kamu makan bareng.
Jalan-jalan juga gitu, akan lebih lancar, cepet, dan gak akan ada telat, protes
sana sini, dan hal ribet lainnya. Just go with the flow, ngalir aja gitu
jadinya, enak. Ditambah lagi dengan kenyataan, bahkan ketika kamu bersama
temen-temnmu pun, kebanyakan atau seringnya akan fokus ke smartphone
masing-masing, lah kalo gitu apa bedanya sama makan sendiri? *Kasus ini
terutama terjadi kalau makan bareng atau lagi nongkrong bareng hehe.
Lantas ketika ditanya bagaimana definisi nyaman dari kondisi menyendiri
itu…
Ya sendiri.., gimana ya? Sendiri gitu…
Yang jelas kamu bisa lebih idealis, lebih “memanjakan” dirimu, dan lebih
mengenal dirimu. Dan dari situ harusnya kamu belajar gimana caranya menghadapi
diri sendiri. Itu sisi positifnya, negatifnya kamu bakal dianggap sociopath men..
definitely. Pasti kalo kamu udah ngelakuin “gerakan revolusi nyepi” ini minimal
kamu bakal ditanya, “Kamu kemana ajae kok gak pernah kelihatan?” Apalagi kalo
kamu pake cara eksekusiku, wah bakal tambah-tambah. Bisa dibilang sombong juga.
Selain dengan cara yang sudah kusebut diatas, aku juga kadang-kadang
secara kondisional dan sebenernya juga nggak sengaja, menghilangkan kuotaku…
hehe jadninya temen-temen yang notabene pengguna fitur app chatting smartphone
semua bakal kesulitan menghubungi aku. Dan jadilah kamu dianggap menghilang
dari peradaban terkini. *Sumpah itu ga sengaja boss.. hehe. Tapi nih tapi kamu
harus siap ngerasa kesepian loh, beneran, itu konsekuensinya. Jangan sampe kamu
malah jadi stress gara-gara kamu ngerasa sendirian. Kalo gak kuat mending
jangan. Seninya adalah bagaimana kamu bisa mendapatkan/menemukan kebahagiaan
dan keindahan dari menyendiri itu. It’s all about knowing your self.
Sebenernyapun aku juga masih belum berhasil dalam hal ini, tapi untungnya aku
enjoy.
Tapi meskipun aku emang sedang menganut paham semi-ekstrem yang kaya gitu bukan berarti aku mengisolasi diri dan memutus hubungan komunikasi dengan mereka ya… ngga kok. Aku juga tetep main, dan makan bareng temen, tapi gak sering-sering. Ga bagus dan ga baik juga kalo kamu kebanyakan menyendiri. Aku juga masih kangen sama temen-temenku kok. Menyendiri itu perlu, sepi itu perlu, tapi jangan lupa sama lingkunganmu, pergaulanmu, kehidupan sosialmu, dolanmu, dan srawungmu. Itu juga penting. Ini semua sebatas eksperimen sosial-yang ga sengaja dilakukan, namanya eksperimen memang harus melakukan perlakuan-perlakuan khusus, tapi perlakuan itu juga gak akan berlaku selamanya. Kamu bukan specimen atau bahan uji yang akan diuji selamanya, kita hanya manusia sosial, yang menurutku, butuh untuk memenuhi “hak kesepian” yang terkandung dalam hidup kita masing-masing.
No comments:
Post a Comment